Senin, 21 Maret 2011

Menelepon Okaa-san

Setelah 'pergulatan batin' yang cukup panjang, tempo hari akhirnya aku menelepon okaa-san di Jepang. (Senin atau Selasa sore ya?) Kenapa harus pakai pergulatan batin? Ya iya, karena aku sudah lama tidak bercakap-cakap dalam bahasa Jepang, sedangkan okaa-san dan keluarga Deguchi di Jepang sama sekali tidak berbahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia. Bagaimana jika aku tidak mengerti pembicaraan mereka? Bagaimana aku bisa menanggapi percakapan mereka? Cemas jadinya. Tapi akhirnya, aku beranikan diri juga untuk melakukan panggilan telepon internasional ke kediaman okaa-san di Kyushu sana.  Tidak lama. Aku hanya menanyakan kabar dan menyampaikan simpati atas bencana yang sedang terjadi di Jepang saat ini. 
Sebetulnya Kyushu termasuk daerah yang cukup jauh bahkan sangat jauh dari pusat gempa dan tsunami di Jepang timur. Walaupun begitu, siapa tahu ada sanak keluarga mereka yang tinggal di sekitar lokasi bencana. Untungnya tidak. Tapi okaa-san katakan, sebelum gempa dan tsunami di seputaran Sendai, di Kyushu juga ada wabah penyakit babi dan sebagainya. Life is tough too over there. Setelah beberapa saat berbincang dengan okaa-san, dia berinisiatif untuk mengalihkan telepon ke oto-san. Waduh!!! Harus bicara apa nih dengan oto-san? Beliau biasa bicara cepat sekali, seringkali membuatku tak mengerti isi pembicaraannya. Tapi pada intinya, dia menyanyakan apakah aku sudah menikah... apakah alamat rumah masih yang lama... Ya, begitulah perbincangan singkat kita. 
Perbincangan sepanjang 7 menit-an itu membuatku tersadar, bahwa aku sangat kurang melatih kemampuan bahasa Jepangku. Ketika kemampuan berbahasa tak digunakan, dia akan mudah sekali terlupa. Memang berlatih berbincang, menulis dan membaca, harus tetap dilakukan. Sesekali aku menelepon okaa-san,  cuma berkirim kabar dan sekedar menyapa, anggap saja sebagai latihan. 日本語や他の言葉、使えなかったら、忘れやすいんだ。だから、練習しましょうか。